Carissa Putri XXX: Ayat-ayat Bercinta
Sebuah mobil menelusuri ramainya jalan
raya ibu kota ketika hujan lebat. Di dalam mobil itu terlihat seorang gadis
yang sedang nyetir sambil asyik mendengarkan hentakan musik. Gadis berwajah
Indo itu tidak lain adalah Carissa Putri, artis cantik yang mempunyai bentuk
tubuh yang bila dipandang membuat cowok-cowok menelan ludah.
Nama Carissa mulai terkenal sejak ia
membintangi film Ayat-ayat Cinta, popularitasnya makin meroket setelah
membintangi sejumlah film lain, sinetron dan iklan serta menjadi ikon sebuah
program pelangsing tubuh.
“Ihh…udah ujan…macet lagi…” gerutu
Carissa dalam hati karena kesal jalanan macet terus sejak tadi, hal yang biasa
di ibukota kalau jam-jam bubaran kerja seperti ini.
“Kalau begini terus, kapan nyampai
rumah” Carissa terus menerus ngomel sendirian. Semakin lama Carissa semakin
bete, sehingga musik yang tadinya tidak begitu keras sekarang volumenya
ditambah hingga suara musiknya terdengar sampai keluar mobil.
“Akhirnya…yes!” Carissa berkata sambil
menghela nafas panjang merasa lega karena sudah keluar dari kemacetan dengan
cara mengambil jalan lain.
Ia terpaksa mengambil jalan alternatif
meskipun rutenya lebih panjang dari pada jalan yang biasa ditempuh sehari-hari,
namun setidaknya dapat menghindari macet dan lebih menghemat waktu bila di
jalan biasa sedang macet seperti sekarang. Mobil yang dikendarainya sudah mulai
masuk pinggiran ibukota, jalannya agak rusak berlubang dan sekitarnya juga
sangat sepi, hanya terlihat ladang ditumbuhi pepohonan dan tanah-tanah kosong
di sepanjang jalan, bahkan Carissa jarang bertemu dan berpapasan dengan
kendaraan lain. Ternyata kondisi hari ini memang tidak berpihak kepadanya.
Carissa yang tadi mengira bisa sampai di rumah dengan cepat, ternyata jauh di
luar dugaannya, mobilnya tiba-tiba mengalami mati mesin.
“Lho…kenapa lagi ni mobil?” Carissa
kebingungan sambil berusaha menghidupkan mobilnya yang ternyata tidak bisa
hidup lagi.
“Ohh…my…god…not here” gerutu Carissa
lebih kesal lagi dari pada kena macet tadi.
“Tadi macet…sekarang mobil
mogok…sial…!!! Mana sepi banget lagi” Carissa terus menerus ngomel-ngomel
sendiri.
Carissa pun akhirnya keluar dari mobil
sambil melihat kanan kiri mencari orang yang bisa dimintai tolong, tetapi dia
tidak menemukan siapa-siapa. Ia pun masuk kembali ke dalam mobilnya mencari
handphone. Sekali lagi situasi hari ini memang tidak sedang berpihak padanya
karena tiba-tiba handphone Carissa lowbat.
“Ohh…shitttt….!!!” dengan hati panas ia
melemparkan HP itu ke jok sebelah
Carissa dilanda rasa kesal bercampur
bingung harus bagaimana. Matahari sudah tidak nampak lagi, karena habis hujan
ditambah hari sudah sore. Situasi ini tentu menambah kebingungan Carissa yang
sedang takut kemalaman di situ. Ia membayangkan selesai syuting hari ini dirinya
dapat santai berendam di bathtub bukannya terperangkap di jalan gara-gara mogok
seperti ini. Kemudian dengan terpaksa artis cantik itu pun memberanikan diri
berjalan kaki untuk mencari bantuan. Setelah sekian lama berjalan kaki, Carissa
belum juga bertemu seseorang yang bisa dimintai pertolongan. Tapi tidak lama
kemudian dari kejauhan Carissa melihat ada rumah kecil semacam pos ronda.
Dengan perasaan lega Carissa berlari menuju rumah tersebut supaya cepat
mendapat bantuan. Di tempat itu sendiri tiga pria sedang asyik bermain domino
sambil ditemani rokok, kopi panas, dan alunan lagu dangdut dari radio. Mereka
masing-masing adalah Baron, seorang kuli angkut di pelabuhan yang bertubuh
kekar dan lengannya bertato; Parjo, seorang hansip kampung berbibir monyong dan
bertubuh kurus tinggi; dan Wanto, pengangguran yang kerjanya tidak tetap,
penampilannya paling lusuh dibanding kedua temannya, dengan kaos merah dari
sebuah partai bekas kampanye dan sarung yang sudah belel, wajahnya mengingatkan
pada si Ucup di Bajaj Bajuri.
“Ehh…Jo…Jo…liat tuh ada yang ke sini,
wuih cewek cakep loh, wah bidadari turun dari langit ini sih namanya” kata
Baron melihat seseorang mendekat ke tempat mereka ketika menunggu Parjo
berpikir kartu mana yang akan ia keluarkan.
“Mana Ron??” Parjo yang tadi duduk
santai segera menengok ke belakang dan berdiri memfokuskan pandangannya ke arah
yang dimaksud temannya itu.
“Mana…mana???” Wanto ikut-ikutan dengan
antusias melihat ke arah yang ditunjuk.
Ketiganya langsung terpana melihat gadis
yang datang itu. Seampainya di pos tersebut, Carissa langsung menyapa memberi
salam kepada mereka bertiga.
“Sore pak…!!” sapanya dengan nafas
sedikit terengah-engah.
“Sore juga Non, ada yang bisa saya
bantu?” Baron menawarkan bantuan kepada Carissa.
“Ee…gini pak, mobil saya mogok. Apa ada
yang bisa memperbaiki mobil, atau mungkin punya HP untuk menghubungi orang,
punya saya habis batere” Carissa menjelaskan keadaannya.
Ia merasa agak risih dengan pandangan
mereka yang menelanjanginya, namun apa boleh buat, karena nampaknya tidak ada
orang lain lagi selain mereka yang bisa dimintai tolong. Saat itu ia memakai
kaos lengan pendek dengan rok berbahan jeans yang menggantung sepuluh centi di
atas lutut sehingga memperlihatkan bentuk kakinya yang indah itu.
“Sebentar…bentar…Non ini kayanya saya
pernah liat ya? Siapa ya? Artis ya?” Parjo bertanya sambil mengingat-ingat dan
menatapi Carissa dari atas hingga bawah.
“Iya bener…kalo ga salah, ooohhh….Non
yang main di Ayat-ayat Cinta kan!!??” Wanto berhasil mengingatnya dan setengah
berteriak seperti menemukan emas di jalan.
“Nnggg…iya…iya bener” jawab Carissa tak
bisa lagi menyembunyikan jati dirinya, memang inilah risiko seorang publik
figure, kemana-mana selalu ada yang mengenalinya.
“Owalah…Non artis toh, pantes cantik gini…kok
bisa sih nyasar sampe sini Non?” tanya Baron sambil senyum-senyum mengagumi
kecantikan Carissa.
“Eeeemm itu…saya tadinya mau ambil jalan
alternatif Pak, nggak taunya nyasar terus mogok lagi…tolong Pak saya harus
cepet pulang, kalau ada hape saya bisa hubungin orang di rumah”
“Oo…ada Non, ada, untung saya bawa nih!”
Baron memperlihatkan ponsel berkamera Nokia keluaran lama hasil beli second,
“tapi Non…boleh dong kita minta foto bareng dulu pake ini?” pintanya dengan
penuh harap.
Setelah berpikir sejenak, Carissa pun
akhirnya mengiyakan saja, selain karena butuh bantuan mereka juga agar tidak
memberi kesan artis yang sombong dan jual mahal. Baron, sang pemilik ponsel
itu, meminta giliran pertama dipotret bersama Carissa, Wanto memotretnya
beberapa kali. Carissa berusaha tersenyum walau terpaksa, sebenarnya ia merasa
tidak nyaman karena pria bertampang penyamun ini selalu saja mendekatkan
tubuhnya dan mendekap pundaknya dengan keras.
“Gantian dong Ron, gua juga mau nih!”
Parjo tidak sabar menunggu gilirannya.
Baron pun akhirnya mempersilakan Parjo
berpotret dengan Carissa.
“Hehhee…gitu dong, kapan lagi bisa
potret bareng artis, yuk Non Carissa!” kata Parjo berdiri di samping Carissa
dan berpose
Selanjutnya Wanto sampai gilirannya,
dengan gayanya yang kampungan dia mulai berpose bersama Carissa dengan jari
diacungkan ala slank atau metal, gayanya mirip orang-orang kampung yang biasa
berpose kalau sedang diliput TV.
“Saya nonton loh filmnya Non dulu yang
Ayat-ayat Cinta, terus Tarik Jabrix juga…ga nyangka sekarang ketemu orangnya!”
katanya senang sambil matanya tak henti-hentinya menatap nanar artis cantik
itu.
Carissa pun makin risih dibuatnya
apalagi pemuda pengangguran ini makin berani, ia minta dipotret sambil
tangannya melingkari pinggangnya yang ramping.
“Iyah…oke, udah ya, sekarang boleh saya
pinjam hapenya buat hubungin orang dirumah Pak!” kata Carissa buru-buru
melepaskan diri setelah foto terakhir dengan Wanto itu.
“Bentar Non satu lagi ya, satu terakhir
nih, sekarang bareng saya sama mas ini tigaan, abis ini saya pinjemin deh!”
kata Baron sambil mengajak Parjo potret bareng.
Dengan berat hati, Carissa pun kembali
menyetujuinya, ia berharap ini adalah yang terakhir setelah itu ia bisa
mendapat pinjaman HP untuk meminta tolong ke rumah. Baron tersenyum dan
mengedipkan sebelah mata memberi isyarat pada Parjo yang ditanggapi dengan
balas tersenyum licik. Mereka mengajak Carissa duduk di balkon pos ronda itu
dan keduanya duduk mengapitnya.
“Ayo rapat dikit Non, biar hasilnya
bagus fotonya” kata Baron, “siap To, yang bagus ya ngambilnya!” sahutnya pada
Wanto.
Carissa tetap berusaha mengumbar
senyumnya walau terlihat tegang, bagaimana tidak tegang dengan diapit erat
kedua pria seperti mereka.
“Hei…jangan kurang ajar gitu dong Pak!”
pekik Carissa ketika Baron meletakkan tangannya di atas pahanya yang terbuka,
kontan ia menepis tangan Baron, tapi pria itu malah tertawa.
“Hehehe…jangan marah dong Non, kan biar
keliatan mesra gitu loh, saya malah pengennya gini nih!” sahut Parjo menangkap
dan meremas payudara kanan Carissa.
Artis berdarah Indo-Jerman itu pun
langsung berdiri dan menyentak kakinya.
“Heh…kalian pikir saya ini cewek apaan,
pegang-pegang sembarangan!” hardiknya berusaha menggertak mereka.
“Hueheheh…ayo dong Non Carissa, masa ke
penggemar gitu, kita kan cuma pengen lebih deket aja!” Wanto yang memegang
ponsel maju mendekap tubuh Carissa yang sedang memarahi kedua temannya dari
belakang.
“Aahhh…lepasin…jangan!” Carissa meronta
dan menyikut dada Wanto.
Pemuda itu terhuyung ke belakang memegangi
dadanya. Carissa baru menyesali keputusannya turun dari mobil dan datang ke
tempat ini yang sama dengan mengumpankan diri ke sarang serigala. Ia bergegas
membalik badan bermaksud lari kembali ke mobilnya, namun kalah cepat dengan
Baron yang terlebih dahulu menghalangi jalannya.
“Eit…mau ke mana Non? Kok dateng-dateng
udah mau pergi marah-marah gitu, gak sopan ah!” goda Baron sambil tertawa
cengengesan.
“Minggir kamu!” Carissa berlari ke arah
samping pria itu berusaha menerobos penghalangnya, namun itu sebuah kesalahan
karena pria itu dengan sigap menjulurkan kakinya sehingga membuat gadis itu
jatuh tersandung.
“Aaakkh!” Carissa merintih kesakitan
karena terjatuh, lututnya terasa sakit dan kulitnya lecet karena membentur
tanah berbatu.
Melihat gadis itu tersungkur, Parjo dan
Wanto ikut bergerak dan mengepungnya. Ketiga pasang mata mereka memandang nanar
pada Carissa yang menggeser-geser tubuhnya mundur menjauhi mereka. Ia tidak
sempat berpikir lagi dengan posisinya seperti itu sepasang paha mulus dan
celana dalamnya terlihat oleh mereka yang tentunya semakin membakar nafsu.
“Jangan…lepasin saya…tolong…tolongg!!”
Carissa menjerit histeris sambil terus beringsut mundur, rasa paniknya membuat
tubuhnya gemetar sampai tidak sanggup berdiri dengan cepat.
“Hehehe…teriak aja Non, deket sini gak
ada siapa-siapa lagi kok, ayo teriak!” ejek Baron.
“Nih saya bantu yah…tolong…tolong nih
ada yang mau diperkosa hahaha!” Parjo ikut menimpali sambil ikut teriak.
Dengan sigap ketiga pria itu segera
meringkus tubuh Carissa. Ia menjerit dan meronta dengan panik saat tubuhnya
dibopong ke dalam pos ronda. Wanto yang mendekap Carissa dari belakang
meremas-remas payudara gadis itu dari luar kaosnya.
“Toketnya empuk nih, gak sabar pengen
ngentotin!” komentarnya.
“Tolong!! Too…emmmm….hhmmmm” Carissa
tidak dapat meneruskan lagi kata-katanya karena Wanto buru-buru membekap
mulutnya dengan tangan khawatir lama-lama ada orang yang mendengar jeritan
gadis itu.
“Cepat masukin ke dalam sebelum ada yang
liat” Baron menyuruh Wanto dan Parjo supaya memasukan membawa Carissa ke dalam
pos.
“Lepppaas…..lepasskaaannn…..ap a-apaan
ini!!” Carissa meneruskan jeritannya di dalam pos jaga sambil terus meronta
berusaha melepaskan diri.
Tapi apakah artinya tenaga Carissa
dibandingkan dengan mereka yang bertubuh besar tegap dan sangar. Kemudian Parjo
memegangi tangan Carissa dengan sangat keras sehingga membuatnya kesakitan.
Carissa dibaringkan di ranjang tua tanpa kasur di sudut tempat itu. Sebentar
saja kedua tangan dan kakinya telah diikat pada masing-masing sudut ranjang
tersebut, sehingga membentuk huruf X. Jangankan melepaskan diri, untuk bergerak
saja terasa susah karena mereka mengikatnya dengan kencang. Carissa hanya bisa
menangis dan merenungi apa yang akan terjadi pada dirinya. Sebuah kenyataan
buruk akan menimpa dirinya, ternyata hari ini akan menjadi hari terburuk bagi
dirinya.
“Haah…..hahh…..haa…..ha…..” suara tawa
ketiga pria tak bermoral yang akan memperkosa dirinya itu.
“Nggak nyangka hari ini kita bisa
ngewein artis cantik!!” Baron bicara kepada teman-temannya dan ditanggapi
dengan suara tawa mereka.
Carissa menangis sejadi-jadinya sambil
mengiba minta dilepaskan.
“Ampun….lepasin saya…ampunn….”
“Berissiiiiiiikk lo!!” bentak Parjo.
“Tenang manis…!!! Sebentar lagi kita
akan menerbangkan kamu ke langit ke tujuh” Baron menenangkan Carissa sambil
mengelus-elus pipi Carissa. Carissa bukannya tenang malah semakin takut
dibuatnya.
“Tapi….kalau kamu macam-macam dan tidak
mau menuruti kita. Kita tidak segan-segan akaan…..” Baron tidak meneruskan
kata-katanya, ia mengeluarkan sebuah pisau lipat dari saku celananya lalu
mengeluarkan mata pisaunya dan menggesek-gesekan besi yang dingin itu ke wajah
cantik Carissa.
“Mau tidaakkk……??!!!” Baron membentak
Carissa hingga kaget.
Carissa hanya menggeleng-gelengkan
kepalanya. Kemudian dengan cepat Baron menurunkan pisaunya ke dada Carissa dan
memasukan mata pisaunya di antara dada Carissa, kemudian menariknya kebawah
dengan cepat.
“Aaaaa!!!” Carissa menjerit karena kaget
dan takut tubuhnya tergores.
Begitu membuka mata, Carissa melihat
kaos dan bh-nya elah terkoyak oleh pisau tadi, sehingga payudaranya yang
berukuran sedang tapi padat berisi terpampang dengan jelas. Semua mata yang
melihatnya terpana sambil bersorak kemenangan. Baron yang sudah terangsang
melihat payudara Carissa, langsung meremas-remas payudara kanannya dengan
sangat keras, sehingga membuat Carissa kesakitan tapi hanya mampu merintih dan
menggeliat-geliatkan tubuhnya yang masih terikat.
“Aaa….dduuuhhh…..” Carissa mengeluh
kesakitan. Namun Baron bukannya malah seperti kesetanan meremas payudara
Carissa.
Parjo dan Wanto yang dari tadi cuma
melihat kini turut maju dan mulai menggerayangi tubuh Carissa. Si hansip
memonyongkan bibirnya yang sudah monyong itu hingga makin maju melumat payudara
kiri Carissa. Sedangkan Wanto mengelusi tubuhnya terutama bagian paha, tangan
Wanto makin masuk ke dalam rok mini Carissa dan menyentuh selangkangannya yang
masih tertutup celana dalam. Jari-jari nakalnya menusuk-nusuk bagian tengah
vaginanya lalu menyusup masuk lewat pinggiran celana dalamnya.
“Eeenngghh…mmmmmhhhhh!!!” Carissa tanpa
sadar mendesis pelan karena merasakan perasaan aneh yang mulai menguasai
dirinya.
Carissa bertanya dalam hati tidak
mengerti apa yang ia rasakan, jelas-jelas ia sedang diperkosa tapi tanpa dapat
disangkalnya ada perasaan nikmat akibat rangsangan-rangasangan mereka.
Parjo terus menerus melumat dan
menjilati puting Carissa. Lidah dan bibirnya terus menerus memainkan putingnya
yang berwarna kecoklatan. Membuat Carissa mau tidak mau, terima tidak terima
hanyut kedalam gairah birahi. Tubuh Carissa semakin menggeliat menikmati
perlakuan para pria bejat yang memperkosanya. Kemudian Baron melepaskan ikatan
pada kaki Carissa dan menaikkan rok jeans serta menarik lepas celana dalam pink
yang dipakai gadis itu. Kini Carissa tinggal memakai kaos dan bra-nya yang
sudah dirobek pisau tadi dan roknya yang telah tersingkap hingga pinggang,
lekuk-lekuk tubuhnya yang putih dan mulus tanpa cacat sedikit pun sungguh
menggiurkan dan mengundang selera. Tangan Baron yang kasar mengelus-elus vagina
Carissa membuat artis cantik itu semakin menggeliat tak kuasa menahan gelombang
kenikmatan yang semakin menggila dalam dirinya. Semakin lama vagina Carissa
semakin becek, cairan kewanitaannya pun membanjir keluar.
“ohhh……aahhh……” Carissa mulai mendesah
tertahan menikmati perlakuan ketiga pemerkosanya hingga kemudian tubuhnya
mengejang dilanda orgasme, otot-ototnya berkontraksi dan kakinya
menendang-nendang tak terkendali.
“aahhhh….ehmmmmm” Carissa mengerang
dengan keras sambil mengeluarkan cairan kental bening dari vaginanya lalu
tubuhnya lemas tak berdaya.
Kemudian Baron melumat bibir mungil
Carissa dengan sangat nafsu, hingga membuatnya sulit bernafas. Carissa berusaha
memalingkan mukanya untuk menghindari ciuman bibir si kuli pelabuhan itu hingga
akhirnya ia tidak bisa menggerakan kepalanya karena Baron memegangi dagunya.
Lalu Baron berusaha memasukan lidahnya ke dalam mulut Carissa. Lidahnya
menari-nari di dalam mulut Carissa. Lama-lama Carissa tak kuasa menahan gairah
dalam dirinya, sehingga membalas permainan lidah Baron. Sekarang lidah mereka
saling mengait dan meraka saling menghisap lidah masing-masing. Parjo yang tadi
bermain di payudara Carissa kini pindah ke selangkangannya. Parjo menempatkan
kepalanya di selangkangan Carissa dan mulai menjilati vaginanya yang berbulu
tipis dan tercukur rapi. Lidahnya menyapu-nyapu bibir vaginanya dan keluar
masuk pada lubang vagina Carissa, ibu jarinya juga aktif memainkan klitorisnya.
Mendapat perlakuan seperti ini membuat
Carissa semakin hilang kesadarannya. Sementara itu, Baron bangun dan melepaskan
kaos dan celananya sendiri. Penisnya yang sudah tegang langsung keluar
ngangguk-ngangguk. Carissa kaget melihat penis Baron yang begitu besar berurat.
“Eehh…buka mulutnya Non!!!”
“Ngggakk….tolong jangan, saya mohon!”
Carissa menghiba dengan bercucuran air mata.
Tanpa berkata apa-apa Baron melayangkan
tangannya menampar Carissa.
“Aauwww!!” jerit Carissa kesakitan.
“Jangan sok jual mahal lo, emangnya
kalau artis napa hah? Bukannya lu juga pernah dipake sama produser, sutradara,
para bos dan pejabat, ngaku aja!” bentaknya
“Nggak…saya bukan cewek kaya gitu…tolong
ampuni saya!” tangisan Carissa semakin menjadi.
“Sekarang gini aja, lu mau sepong ******
gua atau mau rekaman lu gua sebarin supaya karir lu hancur hah?” ancam Baron.
Carissa melihat ke samping ternyata
Wanto sedang mengarahkan HP Baron ke arahnya sambil tangan satunya memijati
payudaranya.
“Jangan…jangan disyuting!” jerit Carissa
pada Wanto, tapi Baron segera menjenggut rambut panjangnya sehingga gadis itu
merintih kesakitan lagi.
“Heh sekarang urusannya lu sama ******
gua, mau ga, atau mau rekamannya bocor?” ancamnya lagi.
Kemudian Baron mendekatkan kepala
penisnya ke bibir Carissa. Dengan perasaan jijik akhirnya Carissa menggenggam
benda itu dan mulai menjulurkan lidah menjilati penis Baron. Benda itu terasa
asin dan beraroma tidak sedap, namun Carissa mau tidak mau harus membiasakan
diri di bawah intimidasi pria itu. Tak lama kemudian, Carissa merasakan ada
sesuatu yang akan meledak sebentar lagi, yaitu orgasme karena permainan Parjo
pada vaginanya yang begitu liar. Selangkangannya sudah sangat basah sehingga
menimbulkan bunyi menyeruput tiap kali hansip itu menyedotnya.
“Emmmmm…..” desahan Carissa tertahan penis
Baron di dalam mulutnya.
Kemudian disusul badannya
mengejang-ngejang dan pahanya menjepit kepala Parjo di selangkangannya. Cairan
yang keluar dari vagina Carissa langsung di hisap dan diminum dengan rakus oleh
si hansip. Parjo yang sudah tidak tahan lagi lalu melepas semua pakaian yang ia
kenakan hingga telanjang.
“Sssluupp…sssllrrpp…uenak…peju nya artis
gurih!” ceracau Parjo sambil terus melahap vagina Carissa.
Di sisi lain, Baron juga sudah
kelonjotan menikmati mulut Carissa. Hingga pada akhirnya
“ohhh……..enakkk…….banget….” Baron
mendesah menikmati mulut Carissa.
Penis Baron langsung berkedut-kedut dan
memuntahkan pejunya. Dan dengan terpaksa Carissa mau tidak mau harus menelan
pejunya sampai habis hingga membuatnya sempat tersedak. Kemudian Baron menarik
penisnya keluar dari mulut Carissa dan langsung beristirahat duduk di lantai.
Parjo yang sudah telanjang duduk berlutut di antara kaki Carissa dan sambil
memegang batang penisnya yang sudah tegang diarahkan ke vaginanya . Tubuh
Carissa yang sudah lemas akibat orgasme tadi ditambah kedua tangannya yang
masih terikat tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kemudian Parjo menggesek-gesekan
kepala penisnya pada bibir memek Carissa, sehingga membuat Carissa
menggelinjang kegelian. Lalu Parjo berusaha menekan penisnya masuk ke dalam
vagina Carissa. Kepala penisnya akhirnya terbenam ke dalam vagina gadis
blasteran itu. Penisnya senti demi senti mulai menerobos masuk membuat Carissa
menringis kesakitan karena penis Parjo yang begitu besar. Tanpa merasa iba, Parjo
lalu mendorong penis dengan sekali hentakan yang sangat keras.
“auww….sakk……..kitttt……..” Carissa
meringis kesakitan sambil melelehkan air matanya.
Wanto semakin brutal meremas-remas
payudara Carissa. Semua bagian tubuh Carissa tidak ada yang luput dari tangan-tangan
mereka. Setiap bagian tubuh sensitif Carissa mendapat rangsangan demi
rangsangan. Parjo semakin lama semakin cepat menggenjot penisnya pada memek
Carissa. Sehingga mengantar Carissa menuju orgasmenya yang ketiga. Dan tidak
lama setelah itu, Carissa menyusul mencapai orgasme dengan jeritan lirih.
“Ahhh……..ouuhhh……..akkhhh!!” tubuh
Carissa melenting diiringi dengan desahan yang begitu hebat.
Otot-otot vaginanya meremas-remas penis
Parjo hingga membuat pria kurus itu mendesah keenakan.
“Gilaa….enakkk….banget memeknya.
Ahhh…sempit banget…memek artis emang emoy!”
Parjo sudah tidak tahan lagi dan
menyempotkan pejunya di dalam vagina Carissa. Tanpa menung lama lagi, Wanto
yang penisnya sedang dioral langsung menarik lepas penisnya dari mulut Carissa dan
menggantikan posisi Parjo. Carissa sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
Tubuhnya begitu lemas tak berdaya. Dia hanya bisa pasrah dengan keadaan
dirinya. Wanto yang lebih mengerti kondisi Carissa meminta ijin pada Baron
untuk melepaskan ikatan pada kedua pergelangan tangan gadis itu.
“Kasian Bang, ntar dia ga enjoy
ngentotnya kalau diiket terus gini!” katanya pada Baron yang dibalas dengan
anggukan kepala.
Wanto pun melepaskan ikatan tangan
Carissa. Walaupun telah bebas dari ikatan, Carissa tidak yakin ia bisa melawan
karena tubuhnya sudah pegal-pegal setelah digilir mereka. Ia hanya bisa pasrah
ketika pemuda kampung itu melucuti seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya
hingga telanjang bulat. Pemuda itu juga membuka kaos partai yang masih tersisa
di tubuhnya hingga bugil lalu membalikkan tubuh Carissa hingga menelungkup dan
mengangkat pantatnya hingga nungging. Dipeluknya tubuh Carissa dari belakang
sambil mengarahkan penis ke vaginanya.
“Tenang Non…saya gak bakal kasar kok,
saya penggemar Non mana tega main kasar” kata Wanto dekat telinga gadis itu
Carissa sedikit lega mendengar kata-kata
Wanto setelah sebelumnya kedua orang tadi bermain dengan gaya kasar. Wanto
mencium pundak Carissa dan perlahan-lahan melesakkan penisnya memasuki vagina
artis itu. Karena vagina Carissa sudah sangat basah dan licin, penis itu cukup
lancar memasukinya. Hanya dengan sekali hentakan, langsung tertelan semua.
Sementara tangan Wanto asyik meremas
payudara Carissa, pinggulnya bergerak maju-mundur menggenjoti vaginanya. Walau
agak terburu-buru, Wanto lebih halus menyetubuhinya sehingga Carissa pun lebih
rileks menikmati arus permainan.
“ohhhhh……iyahh…eeengg….ahhh!!”
seperempat jam kemudian Carissa mendesah menyambut ledakan orgasme pada
dirinya.
Tubuhnya menyentak-nyentak bagai
kesetrum listrik. Cairan vaginanya keluar membasahi penis Wanto yang sedang
mengocok vaginanya.
“sssstt……..ahh….saya juga mau keluar
Non!” Wanto mendesis merasakan remasan otot-otot vagina Carissa yang makin
ketat ketika orgasme.
Pemuda kampung itu makin cepat memompa
vagina Carissa hingga membuatnya orgasme untuk yang kesekian kali dan membuat
Carissa multi orgasme. Carissa tak henti-hentinya meracau tak terkontrol. Tak
lama kemudian Mamat mengejang dan menancapkan penisnya lebih dalam lagi dan menyemprotkan
spermanya di dalam rahim Carissa. Carissa sudah tidak bisa berpikir apa-apa
lagi, tubuhnya yang lemas ditambah kenikmatan orgasme membuatnya tak berdaya.
Carissa hanya bisa menangis meratapi nasib buruk yang menimpanya. Baron yang
sudah pulih tenaganya berdiri dan mengambil tempat untuk menggantikan posisi
Wanto. Ia langsung memasukan penisnya yang telah mengeras kembali setelah
orgasme ke dalam vagina Carissa.
“aghh……..ahhh….” Carissa mendesah
tertahan merasakan penis Baron yang besar berurat mendesak memasuki vaginanya.
Pergesekan penis Baron dengan memeknya
membuat Carissa mengerang. Penis Baron yang besar kembali memenuhi semua ruang
dalam vaginanya membuat jiwa Carissa terbang entah kemana. Baron semakin cepat
menggenjot Carissa, serta ditambah dengan tangan-tangan Parjo dan Wanto yang
meremas dan memilin puting payudaranya. Carissa pun tidak dapat lagi gejolak
orgasme untuk yang kembali menerpanya. Tubuhnya berkelonjotan menerima orgasme.
“ahhhh….auuhh….ohhh……..awww……. .”
erangan Carissa semakin menjadi-jadi. Tulang-tulang sendinya terasa mau lepas
tak kuasa menahan orgasme. Cairan putih kental pun akhirnya keluar membasahi
penis Baron. Kemudian Parjo menjenggut rambut panjang Carisa dan menjejali
mulut gadis itu dengan penisnya. Baron terus menerus menggenjot Carissa tanpa
henti. Membuat Carissa semakin kewalahan menerima serangan kenikmatan. Penis
Baron makin berkedut-kedut di dalam vaginanya. Baron kemudian dengan cepat
menarik penisnya keluar dan menyemprotkan spermanya di perut Carissa, sebagian
sampai mengenai dada karena begitu kuatnya semprotan sperma Baron. Parjo segera
mengambil alih posisi Baron, ia duduk dengan menyandarkan punggung ke tembok
lalu dinaikkannya tubuh Carissa ke pangkuannya dengan posisi memunggungi.
“Masukin ****** saya Non!” perintahnya.
Carissa menuruti perintah si hansip
tanpa harus disuruh lagi, tangannya meraih penis itu, dan satu tangannya
menguak bibir vaginanya sendiri. Perlahan-lahan ia menurunkan tubuhnya hingga
penis itu makin terbenam di dalam vaginanya.
“Aaaahhh…uuuhh!!” erangannya mengiringi
proses penetrasi itu.
Tak lama kemudian, Carissa pun sudah
bergoyang naik turun di pangkuan pria kurus itu. Parjo menyusupkan kepalanya di
antara lengan Carissa dan menjilati ketiaknya yang licin tak berbulu. Jilatan
itu memberikan sensasi geli bagi gadis itu sehingga birahinya makin terpacu.
“Hhmmm..ssllrppp…wangi, pantes main
iklan Rexona, keteknya aja mantep gini!” ceracau Parjo
Wanto kembali maju walaupun penisnya
belum bangkit lagi, ia mengenyoti payudara Carissa seperti bayi yang menyusu
pada ibunya. Rupanya sepasang gunung yang bergoncang-goncang itu membuat Wanto
sangat tergiur dan tidak rela menyia-nyiakannya. Baron juga naik ke dipan
berdiri di samping mereka, diraihnya tangan Carissa dan digenggamkan pada
penisnya yang setengah bangkit. Malam itu mereka mengeroyok Carissa sampai puas
dan sperma terkuras. Setelah itu mereka membiarkan Carissa berbaring
beristirahat sambil mengatur nafasnya yang ngos-ngosan karena telah orgasme
berkali-kali. Tubuhnya telah berlumuran peluh dan sperma, matanya sembab karena
menangis lama.
“Wuih puas dah, Jo gua balik dulu ke
kampung, sapa tau masih kebagian nonton konser idola gua, sip deh abis *******
nonton konser dangdut!” sahut Baron mulai berpakaian.
“Gua disini dulu deh, masih belum puas
nih hehehe” kata Parjo.
Baron pun meninggalkan kedua temannya di
pos ronda bersama Carissa. Tak lama kemudian mereka berdua kembali menyetubuhi
Carissa hingga akhirnya gadis itu tak sadarkan diri karena staminanya sudah
benar-benar habis.
Ketika sadar Carissa sudah berada di
sebuah kamar yang cukup luas. Matanya menerawang berusaha mengingat apa yang
telah menimpa dirinya. Carissa merasakan badannya sakit semua, terutama pada
selangkangannya. Tubuhnya yang masih telanjang hanya tertutup selimut biru
hingga dada ke atas
“Sudah bangun?” sebuah suara berat
membuatnya menengok ke samping, dilihatnya sesosok pria setengah baya bangkit
dari kursi, rupanya ia sejak tadi sedang menungguinya di situ.
Pria itu mendekatinya seraya mengambil segelas
air dari meja di samping ranjang. Carissa sepertinya tidak asing lagi dengan
pria itu, di tengah rasa lelah dan shocknya ia mencoba mengingatnya,
bercambang, rambutnya keriting dan terlihat dadanya yang berbulu di balik
kemejanya yang terbuka dua kancing atasnya.
“Aahh…Bang Ha…!” sahutnya dengan lemah.
“Hussshh…huuss…jangan bicara, minum dulu
ini!” pria itu menaikkan punggung Carissa hingga sedikit terangkat dan
menyodorkan gelas itu ke bibirnya
Carissa meneguk air dalam gelas sambil
memegangi selimut yang menutup tubuhnya agar tidak melorot. Terasa agak segar
setelah air itu diteguknya habis.
“Mereka itu orang kampung penggemar
saya, tapi kalau sudah gini benar-benar ter….la…lu” pria itu melanjutkan dengan
gaya bicaranya yang khas diberat-beratkan itu, “ter…la…lu…masa saya nggak
dikasih giliran pertama?”
Kalimat terakhir itu membuat Carissa
kembali merasa seperti disambar petir, apalagi tak sampai dua menit terasa ada
sebuah gelombang panas menerpa tubuhnya, vaginanya terasa basah berdenyut-denyut
dan putingnya mengeras, darahnya berdesir cepat, birahi itu datang tanpa dapat
dibendungnya. Rupanya minuman tadi bukan sekedar air putih biasa tapi juga
telah dicampur obat perangsang oleh pria ini.
“Ayo Dik Carissa, udah kerasa kan
pengaruh obatnya, sekarang main sama abang…kita bakal ******* sampe begadang
hak…hak..hak!” sahut pria itu sambil tersenyum mesum menjijikan, senyum yang
tidak akan muncul di depan publik karena citranya sebagai seorang yang religius
dan kharismatik itu.
Selimut yang menutup tubuh Carissa
ditariknya sehingga tubuh telanjang artis cantik itu kembali terekspos.
Kemudian dengan cepat pria itu membuka resleting celananya dan mengeluarkan
penisnya yang telah mengacung tegak dan pangkalnya dipenuhi bulu-bulu yang
bersambung dari dadanya.
“Oohh…tidak…jangan Bang!” Carissa
mengiba pada pria itu yang dengan bernafsu mendekap tubuh telanjangnya.
“Huehehe…yang seger gini baru bikin
ketagihan kaya Mira Santika hak…hak…hak!!” pria itu tertawa penuh kemenangan
ala seorang penulis senior di KBB lalu melumat payudara Carissa.
Erangan Carissa memenuhi kamar itu, penderitaannya belumlah berakhir,
setelah diperkosa orang-orang kampung itu tadi, ia kini masih harus melayani
nafsu si gorila bejat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar